Assalamu'alaikum wr.wb Ahlan Wa Sahlan Ya Ikhwahfillah

Sunday, June 12, 2011

Hadits 24: Malu adalah Sebagian dari Iman

Hadits 24: Malu adalah Sebagian dari Iman



Alhamdulillah, pembahasan Hadits Shahih Bukhari kali ini memasuki hadits yang ke-24, biidznillah. Hadits ini masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).

Sebagaimana judul yang bab yang diberikan oleh Imam Bukhari pada hadits ini " باب الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ " pembahasan hadits ini juga diberikan judul yang sama dalam bahasa Indonesianya, yaitu "Malu adalah Sebagian dari Iman"

Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-24:

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِى الْحَيَاءِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيمَانِ

Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah SAW lewat di hadapan seorang Ansar yang sedang mencela saudaranya karena saudaranya pemalu. Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan dia! Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman.'"


Penjelasan Hadits
Ayah dari Salim yang dimaksud dalam hadits ini tidak lain adalah Abdullah bin Umar bin Khattab.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِى الْحَيَاءِ
Rasulullah SAW lewat di hadapan seorang Ansar yang sedang mencela saudaranya karena saudaranya pemalu

Kata يَعِظُ berarti menasehati, menakut-nakuti, atau mengingatkan. Dalam hadits Shahih Bukhari yang lain (bab adab, yang insya Allah akan kita bahas nantinya jika sampai di sana) disebutkan dengan kalimat وَهْوَ يُعَاتَبُ فِى الْحَيَاءِ (ia mencela sifat malu saudaranya). Mungkin dalam bahasa kita, laki-laki ini mengatakan "Engkau sangat pemalu" atau "Sifat malu itu membahayakanmu."

Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan kemungkinan bahwa laki-laki tersebut sangat pemalu hingga ia tidak ingin meminta haknya. Karena itu ia dicela oleh saudaranya.

Namun ternyata, sikap laki-laki yang mencela atau menasehati saudaranya dari rasa malu itu tidak dibenarkan oleh Rasulullah SAW yang saat itu lewat di depan mereka.

دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيمَانِ
Biarkan dia! Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman

Inilah salah satu sifat Rasulullah. Bahwa beliau tidak membiarkan sesuatu yang salah di hadapannya. Beliau tidak mendiamkan sesuatu yang keliru, kecuali menegurnya. Sebaliknya, segala hal yang terjadi atau diucapkan di hadapan Rasulullah SAW, sedangkan beliau membiarkan atau mendiamkannya, maka itu dianggap sebagai persetujuan Rasulullah SAW yang memiliki legitimasi hukum di dalam Islam. Dalam istilah hadits yang demikian itu disebut "hadits taqriri" yakni persetujuan dari Rasulullah SAW.

Maka dalam hadits ini Rasulullah SAW mengingatkan bahwa yang benar justru adalah tidak menghilangkan rasa malu dalam diri saudaranya. Biarkan saja seseorang memiliki sifat malu. Ia adalah akhlak yang disunnahkan. Malu adalah sebagian dari iman.

"Kalaupun sifat malu itu menghalangi seseorang dari meminta haknya," tulis Ibnu hajar dalam Fathul Bari, "maka dia akan diberi pahala sesuai dengan hak yang ditinggalkannya."

Karena sifat malu itu, menurut Ibnu Qutaibah, "Dapat menghalangi seseorang untuk melakukan kemaksiatan sebagaimana iman."

Malu didefinisikan sebagai sikap menahan diri dari perbuatan buruk atau hina. Sifat malu ini merupakan gabungan dari sifat takut dan iffah (menjaga kesucian diri).

Pendapat lain mengatakan bahwa malu adalah takut akan dosa karena melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Ada juga yang berpendapat bahwa malu berarti menahan diri karena takut melakukan sesuatu yang dibenci oleh syariat, akal, maupun adat kebiasaan. Pengertian yang disebutkan terakhir ini lebih umum dan mencakup definisi yang cukup luas.

Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Kaum muslimin hendaknya selalu memiliki semangat untuk menasehati saudaranya, mengingatkannya dengan penuh kasih sayang, dan tidak berdiam diri dari kesalahan;

2. Salah satu sifat Rasulullah adalah meluruskan ketika ada kekeliruan yang beliau ketahui, dan membetulkan kesalahan yang beliau dapati. Sehingga ketika Rasulullah diam terhadap sesuatu yang diketahui beliau, maka itu berarti taqrir (persetujuan) dari beliau;

3. Hendaklah seorang muslim memiliki rasa malu dan menjaga sifat itu tetap ada pada dirinya;

4. Malu adalah sebagian dari iman.

Demikian penjelasan singkat hadits Shahih Bukhari ke-24. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita sehingga kita bisa menjadi hamba-Nya yang senantiasa memiliki semangat berdakwah dan memiliki rasa malu. Allaahumma aamiin.

Wallaahu a'lam bish shawab.[]

Sunday, May 29, 2011

Rumah Masa Depan



النفس تبكي على الدنيا وقد علمت…أن السلامة فيها ترك ما فيها


(Sungguh aneh) jika jiwa menangis karena perkara dunia (yang terluput) padahal jiwa tersebut mengetahui bahwa keselamatan adalah dengan meninggalkan dunia

لا دار للمرء بعد الموت يسكنها…إلا التي كان قبل الموت يبنيها

Tidak ada rumah bagi seseorang untuk ditempati setelah kematian, kecuali rumah yang ia bangun sebelum matinya

فإن بناها بخير طاب مسكنه…وإن بناها بشر خاب بانيها

Jika ia membangun rumahnya (tatkala masih hidup) dengan amalan kebaikan maka rumah yang akan ditempatinya setelah matipun akan baik pula

أموالنا لذوي الميراث نجمعها…ودورنا لخراب الدهر نبنيها

Harta kita yang kita kumpulkan adalah milik ahli waris kita, dan rumah-rumah (batu) yang kita bangun akan rusak dimakan waktu

كم من مدائن في الآفاق قد بنيت…أمست خرابا وأفنى الموت أهليها

Betapa banyak kota (megah) di penjuru dunia telah dibangun, namun akhirnya rusak dan runtuh, dan kematian telah menyirnakan para penghuninya

أين الملوك التي كانت مسلطنة…حتى سقاها بكأس الموت ساقيها

Di manakah para raja dan pimpinan yang dahulu berkuasa? Agar mereka bisa meneguk cangkir kematian

لا تركنن إلى الدنيا فالموت…لا شك يفنينا ويفنيها

Janganlah engkau condong kepada dunia, karena tidak diragukan lagi bahwa kematian pasti akan membuat dunia sirna dan membuat kita pun fana

واعمل لدار غدا رضوان خازنها…والجار أحمد والرحمن بانيها

Hendaknya engkau beramal untuk rumah masa depan yang isinya adalah keridoan Allah, dan tetanggamu adalah Nabi Muhammad serta yang membangunnya adalah Ar-Rohman (Allah yang maha penyayang)

قصورها ذهب والمسك طينتها…والزعفران حشيش نابت فيها

Bangunannya terbuat dari emas, dan tanahnya menghembuskan harumnya misik serta za’faron adalah rerumputan yang tumbuh di tanah tersebut

أنهارها لبن مصفى ومن عسل…والخمر يجري رحيقا في مجاريها

Sungai-sungainya adalah air susu yang murni jernih, madu dan khomr, yang mengalir dengan bau yang semerbak

والطير تشدو على الأغصان عاكفة…تسبح الله جهرا فى مغانيها

Burung-burung berkicau di atas ranting dan dahan di atas pohon-pohon yang ada di surga
Mereka bertasbih memuji Allah dalam kicauan mereka

فمن يشتري الدار في الفردوس يعمرها…بركعة في ظلام الليل يحييها

Siapa yang hendak membangun surga firdaus maka hendaknya ia memenuhinya dengan sholat di dalam kegelapan malam
Penulis: Ustadz Firanda Andirja, MA

Sudahkah Anda Mengenal Allah SWT???

Pertanyaan ini mungkin jarang sekali kita dengar. Bahkan, bagi banyak orang akan terasa aneh dan terkesan tidak penting. Padahal, mengenal Allah dengan benar (baca: ma’rifatullah) merupakan sumber ketentraman hidup di dunia maupun di akherat. Orang yang tidak mengenal Allah, niscaya tidak akan mengenal kemaslahatan dirinya, melanggar hak-hak orang lain, menzalimi dirinya sendiri, dan menebarkan kerusakan di atas muka bumi tanpa sedikitpun mengenal rasa malu.
Berikut ini, sebagian ciri-ciri atau indikasi dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta keterangan para ulama salaf yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam menjawab pertanyaan di atas:

Pertama; Orang Yang Mengenal Allah Merasa Takut Kepada-Nya
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu saja.” (QS. Fathir: 28)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “…Ibnu Mas’ud pernah mengatakan, ‘Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai bukti keilmuan.’ Kurangnya rasa takut kepada Allah itu muncul akibat kurangnya pengenalan/ma’rifah yang dimiliki seorang hamba kepada-Nya. Oleh sebab itu, orang yang paling mengenal Allah ialah yang paling takut kepada Allah di antara mereka. Barangsiapa yang mengenal Allah, niscaya akan menebal rasa malu kepada-Nya, semakin dalam rasa takut kepada-Nya, dan semakin kuat cinta kepada-Nya. Semakin pengenalan itu bertambah, maka semakin bertambah pula rasa malu, takut dan cinta tersebut….” (Thariq al-Hijratain, dinukil dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [5/97])

Kedua; Orang Yang Mengenal Allah Mencurigai Dirinya Sendiri
Ibnu Abi Mulaikah -salah seorang tabi’in- berkata, “Aku telah bertemu dengan tiga puluhan orang Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka semua merasa sangat takut kalau-kalau dirinya tertimpa kemunafikan.” (HR. Bukhari secara mu’allaq).
Suatu ketika, ada seseorang yang berkata kepada asy-Sya’bi, “Wahai sang alim/ahli ilmu.” Maka beliau menjawab, “Kami ini bukan ulama. Sebenarnya orang yang alim itu adalah orang yang senantiasa merasa takut kepada Allah.” (dinukil dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [5/98])

Ketiga; Orang Yang Mengenal Allah Mengawasi Gerak-Gerik Hatinya
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “..Begitu pula hati yang telah disibukkan dengan kecintaan kepada selain Allah, keinginan terhadapnya, rindu dan merasa tentram dengannya, maka tidak akan mungkin baginya untuk disibukkan dengan kecintaan kepada Allah, keinginan, rasa cinta dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya kecuali dengan mengosongkan hati tersebut dari ketergantungan terhadap selain-Nya. Lisan juga tidak akan mungkin digerakkan untuk mengingat-Nya dan anggota badan pun tidak akan bisa tunduk berkhidmat kepada-Nya kecuali apabila ia dibersihkan dari mengingat dan berkhidmat kepada selain-Nya. Apabila hati telah terpenuhi dengan kesibukan dengan makhluk atau ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat maka tidak akan tersisa lagi padanya ruang untuk menyibukkan diri dengan Allah serta mengenal nama-nama, sifat-sifat dan hukum-hukum-Nya…” (al-Fawa’id, hal. 31-32)

Keempat;  Orang Yang Mengenal Allah Selalu Mengingat Akherat

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka akan Kami sempurnakan baginya balasan amalnya di sana dan mereka tak sedikitpun dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa di akherat kecuali neraka dan lenyaplah apa yang mereka perbuat serta sia-sia apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah dalam melakukan amal-amal, sebelum datangnya fitnah-fitnah (ujian dan malapetaka) bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita, sehingga membuat seorang yang di pagi hari beriman namun di sore harinya menjadi kafir, atau sore harinya beriman namun di pagi harinya menjadi kafir, dia menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan duniawi semata.” (HR. Muslim)
Kelima; Orang Yang Mengenal Allah Tidak Tertipu Oleh Harta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya perbendaharaan dunia. Akan tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah rasa cukup di dalam hati.” (HR. Bukhari). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya anak Adam itu memiliki dua lembah emas niscaya dia akan mencari yang ketiga. Dan tidak akan mengenyangkan rongga/perut anak Adam selain tanah. Dan Allah akan menerima taubat siapa pun yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari)
Keenam; Orang Yang Mengenal Allah Akan Merasakan Manisnya Iman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman…” Di antaranya, “Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada segala sesuatu selain keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan bisa merasakan lezatnya iman orang-orang yang ridha kepada Rabbnya, ridha Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
Ketujuh; Orang Yang Mengenal Allah Tulus Beribadah Kepada-Nya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu dinilai berdasarkan niatnya. Dan setiap orang hanya akan meraih balasan sebatas apa yang dia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya [tulus] karena Allah dan Rasul-Nya niscaya hijrahnya itu akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena [perkara] dunia yang ingin dia gapai atau perempuan yang ingin dia nikahi, itu artinya hijrahnya akan dibalas sebatas apa yang dia inginkan saja.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, tidak juga harta kalian. Akan tetapi yang dipandang adalah hati dan amal kalian.” (HR. Muslim). Ibnu Mubarak rahimahullah mengingatkan, “Betapa banyak amalan kecil yang menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Jami’ al-’Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab).
Demikianlah, sebagian ciri-ciri orang yang benar-benar mengenal Allah. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk termasuk dalam golongan mereka. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi